Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan merupakan aspek penting dalam menunjang kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik merupakan modal utama pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pembangunan di bidang kesehatan sangatlah penting. Untuk meningkatkan kinerja dan mutu program kesehatan, diperlukan suatu proses perencanaan yang akan menghasilkan suatu rencana menyeluruh atau komprehensif menyangkut pelaksanaan program kesehatan. Perencanaan kesehatan yang dibuat harus mengacu pada tujuan atau sasaran yang akan dicapai.
Pada bulan September tahun 2000, Pemerintah Indonesia, bersama-sama dengan 189 negara lain, berkumpul untuk menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York dan menandatangani Deklarasi Milenium. Deklarasi tersebut berisi komitmen masing-masing negara dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah Sasaran Pembangunan Millenium/Millenium Development Goals (MDGs), sebagai satu paket tujuan terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Delapan sasaran dari Millenium Development Goals itu sendiri meliputi:
1. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
2. Pemerataan pendidikan dasar
3. Mendukung persamaan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Mengurangi tingkat kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
7. Menjamin daya dukung lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Selain mengacu pada sasaran yang akan dicapai, perencanaan kesehatan yang dibuat juga harus melihat permasalahan-permasalahan kesehatan yang ada saat ini, yang kemudian dengan adanya aplikasi atau penerapan dari perencanaan tersebut, masalah-masalah kesehatan yang ada dapat terselesaikan serta tertangani dengan baik. Di Indonesia saat ini terjadi beberapa perubahan atau transisi masalah kesehatan. Transisi masalah kesehatan tersebut terjadi karena adanya transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda (double burden) masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah bayi dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang belum teratasi ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi berlebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi modern yang cenderung membawa resiko.
Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa kini maupun yang akan datang. Beberapa permasalahan dan tantangan baru yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain :
1. Pola penyakit yang semakin kompleks.
Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi dimana penyakit tidak menular meningkat drastis sementara penyakit menular masih menjadi penyebab penyakit yang utama. Saat ini penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab dari 30% kematian di Jawa dan Bali. Indonesia juga berada diantara 10 negara di dunia dengan penderita diabetes terbanyak. Penyakit menular dan bersifat parasit menjadi penyebab dari sekitar 22% kematian.
2. Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah perkotaan cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.
3. Indonesia juga menghadapi ”emerging diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases” seperti malaria dan TBC.
4. Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan.
2. Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah perkotaan cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.
3. Indonesia juga menghadapi ”emerging diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases” seperti malaria dan TBC.
4. Tingginya ketimpangan regional dan sosial ekonomi dalam sistem kesehatan.
Kelompok miskin mendapatkan akses kesehatan yang paling buruk dan umumnya mereka sedikit mendapatkan imunisasi ataupun mendapatkan bantuan tenaga medis yang terlatih dalam proses melahirkan.
5. Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang.
5. Pembiayaan kesehatan yang rendah dan timpang.
Sebanyak 20% penduduk termiskin dari total penduduk menerima kurang dari 10% total subsidi kesehatan pemerintah sementara 1/5 penduduk terkaya menikmati lebih dari 40%.
6. Menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan publik serta kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta.
6. Menurunnya kondisi dan penggunaan fasilitas kesehatan publik serta kecenderungan penyedia utama fasilitas kesehatan beralih ke pihak swasta.
Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan dan saat ini terhitung lebih dari dua pertiga fasilitas ambulans yang ada disediakan oleh pihak swasta. Juga lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia merupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50 persen segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta (satu dekade yang lalu hanya sekitar 10 persen). Dalam masalah kesehatan kaum miskin cenderung lebih banyak menggunakan staf kesehatan non-medis, sehingga angka pemanfaatan rumah sakit oleh kaum miskin masih amat rendah.
7. Desentralisasi menciptakan tantangan dan kesempatan baru bagi pemerintah daerah.
7. Desentralisasi menciptakan tantangan dan kesempatan baru bagi pemerintah daerah.
Saat ini, pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam penyediaan fasilitas kesehatan. Jumlah pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap total pengeluaran kesehatan meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50 persen pada tahun 2001. Hal ini dapat membuat pola pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi lokal dan keragaman pola penyakit. Akan tetapi hal ini akan berdampak juga pada meningkatnya ketimpangan pembiayaan kesehatan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Daerah dengan pendapatan rendah akan mengalami kendala dalam alokasi pembiayaan untuk kesehatan. Hal ini mengakibatkan tersedianya fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tersebut masih belum mencukupi.
8. Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih terlokalisir.
8. Angka penularan HIV/AIDS meningkat namun wabah tersebut sebagian besar masih terlokalisir.
Diperkirakan sekitar 120.000 penduduk Indonesia terinfeksi oleh HIV/AIDS, dengan konsentrasi terbesar berada di provinsi dengan penduduk yang sedikit (termasuk Papua) dan di kota kecil maupun kota besar yang terdapat aktivitas industri, pertambangan, kehutanan dan perikanan. Virus tersebut menyebar lebih lambat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Akan tetapi penularan virus tersebut meningkat pada kelompok yang berisiko tinggi, yaitu penduduk yang tidak menerapkan perilaku pencegahan terhadap virus tersebut, seperti penggunaan kondom pada aktivitas seks komersial atau menggunakan jarum suntik yang bersih dalam kasus pecandu obat-obatan.
Dari permasalahan kesehatan yang telah disebutkan di atas, dapat dibuat langkah-langkah untuk meningkatkan keadaan kesehatan Indonesia.
Langkah-langkah tersebut meliputi:
1. Memfokuskan pada meningkatkan kondisi kesehatan utama dan pengelolaan sistem kesehatan yang menyeluruh.
2. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.
3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia.
4. Memusatkan penggunaan dana publik pada penyediaan kesehatan publik dan tingkatkan kelayakan kondisi kesehatan prioritas.
5. Tinjau ulang pembiayaan kesehatan.
1. Memfokuskan pada meningkatkan kondisi kesehatan utama dan pengelolaan sistem kesehatan yang menyeluruh.
2. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.
3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia.
4. Memusatkan penggunaan dana publik pada penyediaan kesehatan publik dan tingkatkan kelayakan kondisi kesehatan prioritas.
5. Tinjau ulang pembiayaan kesehatan.
Meningkatkan peran asuransi kesehatan nasional. Peran atau fungsi asuransi kesehatan nasional itu sendiri ialah:
-Meningkatkan sumber daya perlindungan kesehatan
-Meningkatkan akses kesehatan bagi orang miskin
-Mendorong penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk menjadi lebih bertanggung jawab.
6.Memperkenalkan peran pihak swasta dalam dunia kesehatan, namun tetap mengontrol kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit swasta. Pemerintah memberikan subsidi atau asuransi kesehatan kepada rakyat miskin dan melalui regulasi maupun lisensi kesehatan agar tetap dapat memperoleh pelayanan kesehatan di rumah sakit swasta.
7. Mengelola desentralisasi lembaga-lembaga kesehatan publik. Pemerintah mengadakan program jaminan kesehatan nasional untuk membantu meningkatkan jasa kesehatan di daerah miskin dan meningkatkan akses kesehatan bagi orang miskin.
8. Mengontrol penyebaran HIV/AIDS dengan fokus pada aspek pencegahan.
-Meningkatkan sumber daya perlindungan kesehatan
-Meningkatkan akses kesehatan bagi orang miskin
-Mendorong penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk menjadi lebih bertanggung jawab.
6.Memperkenalkan peran pihak swasta dalam dunia kesehatan, namun tetap mengontrol kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit swasta. Pemerintah memberikan subsidi atau asuransi kesehatan kepada rakyat miskin dan melalui regulasi maupun lisensi kesehatan agar tetap dapat memperoleh pelayanan kesehatan di rumah sakit swasta.
7. Mengelola desentralisasi lembaga-lembaga kesehatan publik. Pemerintah mengadakan program jaminan kesehatan nasional untuk membantu meningkatkan jasa kesehatan di daerah miskin dan meningkatkan akses kesehatan bagi orang miskin.
8. Mengontrol penyebaran HIV/AIDS dengan fokus pada aspek pencegahan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara peningkatan penggunaan kondom di antara kelompok yang berisiko tinggi terkena virus, pengobatan serta pencegahan penyakit menular seksual lainnya, serta menghindari aktivitas seks berganti-ganti pasangan. Tidak dapat dilupakan juga upaya pencegahan penggunaan jarum suntik secara bersama-sama pada para pecandu narkoba.
Referensi:
0 komentar:
Posting Komentar