Selasa, 08 Februari 2011

Prinsip Dasar Asuransi

Asuransi kesehatan merupakan salah satu bentuk asuransi yang membantu mengurangi risiko akibat sakit. Dengan asuransi, risiko perorangan dirubah menjadi risiko kelompok dengan cara membayar sejumlah uang yang disebut premi kepada suatu badan penyelenggara (Bapel) sebagai pengganti biaya yang mungkin harus dikeluarkan untuk pelayanan kesehatan pada saat sakit. Agar risiko dapat disebarkan secara merata dan luas maka jumlah peserta harus cukup banyak ( hukum jumlah besar ) . Pembiayaan kesehatan melalui asuransi memberikan beberapa keuntungan, antara lain
1.      meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
2.      membebaskan peserta dari kesulitan menyediakan
3.      memungkinkan dapat diawasinya biaya dan mutu pelayanan kesehatan, serta
4.      menyediakan data kesehatan yang diperlukan.
JENIS-JENIS ASURANSI
Ditinjau dari berbagai pendekatan, asuransi terbagi dalam berbagai jenis, antara lain berdasarkan keikutsertaan anggota, asuransi terbagi menjadi :
A.    Asuransi kesehatan wajib
B.     Sukarela
Sedangkan jika ditinjau dari jumlah peserta yang ditanggung, terbagi menjadi :
A.    Asuransi kesehatan perorangan
B.     Asuransi kesehatan kelompok,
selain itu berdasarkan sifatnya terbagi menjadi :
A.    asuransi kesehatan sosial
B.     asuransi kesehatan komersial
APA ITU JPKM ?
JPKM merupakan salah satu bentuk managed care yang diterapkan di Indonesia saat saat ini. Ada empat pelaku JPKM, yaitu :
A.    Peserta
B.     Bapel
C.     PPK
D.    Badan Pembina (Bapim)
Pemerintah selaku Badan Pembina berperan sebagai regulator, dan berkewajiban membayar premi bagi masyarakat yang tidak mampu sesuai dengan Undang-Undang Dasar 45 bahwa masyarakat miskin dibiayai negara. Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pemerintah berkewajiban mensubsidi PNS karena merupakan pemilik.
Untuk lebih memahami mengapa managed care yang salah satu contohnya JPKM dikatakan lebih tepat dibanding asuransi lainnya, kita perlu mengetahui cara-cara pembiayaan kesehatan sebelumnya, antara lain:
1.      Cara pembiayaan dimulai dengan cara yang paling konvensional yaitu masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dengan membayar Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK) secara tunai dari koceknya langsung. Terjadi transaksi langsung antara dokter-pasien, pembayaran jasa dokter dilakukan secara langsung setelah tindakan yang lebih berorientasi kuratif. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan informasi, pasien dalam posisi ignorance (tidak tahu), semua tindakan sangat ditentukan oleh provider (pemberi pelayanan), akibatnya biaya cenderung naik dan tidak terjangkau oleh masyarakat.
2.      Sistem asuransi ganti rugi, dalam sistem ini hubungan dokter-pasien masih terjadi secara langsung namun pasien akan mendapatkan penggantian dari Badan Penyelenggara (Bapel) untuk pembiayaan pelayanan kesehatan yang dikeluarkannya. Pelayanan kesehatan cenderung kuratif dan penggunaanya cenderung naik, karena pasien merasa perlu memanfaatkan semaksimal mungkin hak penggantian biaya kesehatan yang dijanjikan bapel. Kadang-kadang diterapkan cost sharing (iur biaya) yang dapat memberatkan pasien.
3.      Sistem asuransi dengan tagihan provider , dengan sistem ini terjadi hubungan dokter-pasien dengan pembayaran jasa dokter oleh pihak ketiga yaitu bapel asuransi. Pelayanan cenderung kuratif dengan pembiayaan cenderung meningkat karena keleluasaan provider untuk memberikan sebanyak-banyaknya jasa termasuk yang sebetulnya kurang diperlukan.
4.      Managed care adalah suatu bentuk asuransi kesehatan yang disusun berdasarkan jumlah anggota terdaftar (kapitasi) dengan kontrol mulai dari perencanaan pelayanan serta meliputi ketentuan : ada kontrak dengan PPK untuk pelayanan yang komprehensif, penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilisasi berkurang, unit layanan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan serta ada program peningkatan mutu layanan. Pembayaran jasa provider dilakukan dengan cara pembayaran dimuka (pre-payment) atau setelah pelayanan diberikan namun PPK tetap dapat mempertanggung-jawabkan baik biaya maupun kualitas layanan.
JPKM SUATU STRATEGI
Kecenderungan dimasa depan, yang mana pembiayaan kesehatan semakin meningkat, JPKM merupakan salah satu pilihan karena saling menguntungkan bagi semua pelaku JPKM. Adanya perubahan kebijakan pembiayaan kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004 dan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional yang sedang dalam proses, akan mengokohkan keberadaan JPKM sebagai salah satu embrio pembiayaan kesehatan. Walaupun mungkin nantinya akan ada perubahan nama atau berbagai aturan main, namun JPKM telah terbukti mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa JPKM merupakan satu strategi yang mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan karena :
1.      Tidak bertentangan dengan agama
2.      Sistemnya managed care.
3.      Pelayanan komprehensif dengan mengutamakan pencegahan dan peningkatan tanpa melupakan pengobatan dan pemulihan.
4.      Mengurangi bahaya moral dari semua pelaku JPKM.
5.      Sesuai dengan budaya gotong royong masyarakat
6.      Keuntungan bagi seluruh pelaku JPKM, dengan syarat terjadi hubungan harmonis diantara para pelaku JPKM.
7.      Dukungan kuat dari Pemerintah; merupakan salah satu strategi Indonesia Sehat 2010, Bagian dari salah satu subsistem Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu pembiayaan kesehatan dan akan menjadi bagian dari Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional walaupun mungkin dalam bentuk yang lain.
8.      Cikal bakal Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Strategi ini akan berhasil apabila dilaksanakan dengan sistem asuransi kelompok karena akan memudahkan peningkatan jumlah kepesertaan sehingga sesuai dengan hukum jumlah besar serta adanya komitmen dan tanggung jawab serta hubungan harmonis seluruh pelaku Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat .
SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN NASIONAL DI INDONESIA
Asuransi kesehatan yang dapat mengontrol kualitas dan biaya pelayanan baru dapat mencakup 8% dari pengeluaran kesehatan non pemerintah. Sistem prabayar/asuransi mempunyai kelebihan yaitu umumnya ada mekanisme audit dan kontrol layanan medis yang dilakukan pengelola asuransi sehingga penggunaan kesehatan yang tidak perlu dapat dikurangi. Pengelola asuransi juga bisa menerapkan daftar obat dan tindakan yang terbukti cost-effective.
Namun demikian, sistem pembiayaan berbasis asuransi komersial yang tidak bersifat wajib (compulsory) juga mungkin mempunyai dampak negatif. Perusahaan asuransi juga dihadapkan pada moral hazard dan adverse selection yaitu peserta asuransi dengan risiko penyakit tinggi dan/atau kemampuan bayar rendah tidaklah menjadi target keanggotaan asuransi. Untuk mengurangi resiko melebarnya jurang ekualitas di masyarakat, yang diperlukan adalah sistem asuransi yang meliputi seluruh warga negara tanpa kecuali. Dengan universal coverage yang bersifat wajib, penduduk yang mempunyai resiko kesehatan rendah akan membantu mereka yang beresiko tinggi, dan penduduk yang mempunyai kemampuan membayar lebih akan membantu mereka yang lemah.
Sebenarnya Indonesia sudah mempunyai basis pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang berbasis pada UU RI No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang di dalamnya termaktub pengelolaan pembiayaan melalui Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Namun demikian, pelaksanaannya sampai saat ini masih jauh dari kenyataan. Apalagi Pemerintah RI sejak tahun 2008 menggulirkan program Jamkesmas, yang berbeda konsep dari layanan berbasis asuransi seperti yang diatur dalam UU RI No. 40/2004.
Patut diakui tidak ada sistem kesehatan yang sempurna, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Namun demikian, sistem ekonomi pasar yang bergerak bebas tanpa aturan harus diatur dalam sebuah sistem kesehatan komprehensif, yang dapat mengurangi kemungkinan dampak buruk hubungan penyedia-pencari layanan kesehatan. Walau berat dan kompleks, sedikit demi sedikit hal ini harus dapat diwujudkan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat masyarakat Indonesia secara efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
1.      Belizan, JM et al. Rates and implications of caesarean sections in Latin America: ecological study. BMJ 1999;319:1397-1402
2.      Bumgarner, JR (ed). China: Long-Term Issues and Options in the Health Transition. A World Bank Country Study. Washington, DC. 1992
3.      Festin MR et al. Caesarean section in four South East Asian countries: reasons for, rates, associated care practices and health outcomes. BMC Pregnancy and Childbirth. 2009, 9:17
4.      Folland S, Goodman A, Stano M. Economics of Health and Health Care. Prentice Hall. 2006.
5.      Hadi U, Duerink DO, Lestari ES et.al. Audit of antibiotic prescribing in two governmental teaching hospitals in Indonesia. Clin Microbiol Infect. 2008a; 14: 698–707
6.      Hadi U, Duerink DO, Lestari ES et.al.. Survey of antibiotic use of individuals visiting public healthcare facilities in Indonesia. International Journal of Infectious Diseases. 2008b, 12:6
7.      Hurst, JW. The Reform of Health Care: a Comparative Analysis of Seven OECD Countries. OECD Health Policy Studies No. 2. Paris: OECD. 1992
8.      Phelps, CE. Health Economics, Harper Collins Publishers, New York. 1997
9.      Widiatmoko D and Gani A. International Relation in Indonesia’s Hospital Sector. In: Vieira, Cesar. Trade in health services: global, regional, and country perspectives. Washington, DC: WHO PAHO, 2002
10. World Health Organization. World Health Statistics 2009. Geneva. 2009

0 komentar:

Posting Komentar