Minggu, 13 Februari 2011

Dampak Bencana terhadap Aspek Kesehatan Mental

Bencana atau disaster dapat berpengaruh terhadap aspek psikologis. Banyak korban bencana yang kehilangan harta benda, tempat tinggal, bahkan sanak saudara. Tentunya tidak mudah untuk menerima semua kerugian yang ada akibat bencana dengan lapang dada dan perasaan ikhlas. Beban berat yang harus ditanggung oleh para korban bencana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan mental, terutama bagi orang-orang dengan kemampuan manajemen stress yang kurang baik. Penting bagi kita, terutama calon tenaga kesehatan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bencana terhadap aspek kesehatan mental. 
  
Berikut saya paparkan sedikit mengenai dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental dan penanganannya.

Respon terhadap bencana meliputi :
-Respon emosi dan kognitif
-Respon fisiologis                                 
-Respon tingkah laku
Orang dengan kemampuan manajemen stress yang buruk nantinya dapat berlanjut menjadi gangguan mental, sedangkan kemampuan manajemen stress yang baik serta adanya dukungan sosial dari orang sekitar dapat membuat orang tersebut mampu melewati situasi berat pasca bencana dengan baik.

Fase-fase Respon Komunitas terkait Bencana
 
Predisaster => normal, dengan atau tanpa warning, bisa ada persiapan.
Impact / inventory =>  perhatian muncul, ada semangat menata kembali
=> sementara merasa tertekan atau bingung atas kejadian bencana ini, tapi kemudian dengan cepat akan pulih dan fokus pada perlindungan untuk dirinya dan orang-orang terdekatnya. Emosi yang muncul berupa ketakutan, tidak berdaya, kehilangan, dislokasi dan kemudian merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang lebih (fase inventory) kemudian terjadi setelah bencana, dimana muncul gambaran awal kondisi individu dan masyarakat.
Heroik => pada fase pertama dan berikutnya, orang merasa terpanggil untuk melakukan aksi heroik seperti menyelamatkan nyawa dan harta orang lain. Altruism (perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri) menonjol. Bersedia membantu orang lain untuk bertahan dan pulih.
Honeymoon => biasanya 1 mingggu – 6 bln setelah bencana. Untuk yang terkena langsung biasanya ada strong sense akan bahaya lain, situasi katastropik. Komunitas biasanya ada kohesi dan kerjasama untuk pulih. Bantuan biasanya sudah berjalan lancar, ada harapan yang tinggi untuk cepat pulih. Emosi yang muncul biasanya rasa syukur dan harapan-harapan.
Disillusionment => biasanya 2 bulan – 2 tahun. Realita pemulihan sudah ditetapkan. Orang-orang akan merasa kecewa, frustasi, marah, benci dan kesal jika terjadi kemunduran dan janji bantuan tidak terpenuhi, terlalu sedikit atau terlambat. Lembaga bantuan dan relawan mulai hilang, kelompok masyarakat lokal mulai melemah. Mereka yang paling terkena dampaknya akan sadar bahwa banyak hal yang harus dilakukan sendiri dan kehidupan mereka tidak selalu sama. Perasaan kebersamaan akan mulai hilang karena mulai fokus pada membangun kembali kehidupannya sendiri dan mengatasi masalah individual. Emosi berupa keraguan, kehilangan, kesedihan dan isolasi.
Reconstruction => biasanya berlangsung selama bertahun-tahun. Mereka yg bertahan fokus pada membangun kembali rumahnya, bisnis, ladang dan kehidupannya. Muncul bangunan-bangunan baru, perkembangan program-program baru, dan rencana meningkatkan kepercayaan dan kebanggan masyarakat dan kemampuan individu untuk membangun kembali. Namun proses ini ada pasang surutnya, misal ada peristiwa-peristiwa lain yang memicu reaksi emosional atau kemajuan yg tertunda.

Dampak Psikologis akibat bencana dikategorikan menjadi tiga, yaitu :

1.      Distres psikologis ringan
Cemas, panik, terlalu waspada ; terjadi natural recovery dalam hitungan hari/minggu, tidak butuh intervensi spesifik ; tampak pada sebagian besar survivor
2.      Distres psikologis sedang 
Cemas menyeluruh, menarik diri, gangguan emosi ; natural recovery dalam waktu yg relatif lebih lama ; dapat berkembang menjadi gangguan mental dan tingkah laku yang berat ; butuh dukungan psikososial untuk natural recovery
3.      Gangguan tingkah laku dan mental yang berat 
Gangguan mental karena trauma atau stress seperti PTSD, depresi, cemas menyeluruh, fobia, dan gangguan disosiasi ; jika tidak dilakukan intervensi sistemik akan mudah menyebar ; butuh dukungan mental dan penanganan oleh mental health professional

Prinsip dasar WHO :
·        Persiapan sebelum emergency : sistem koordinasi, rencana darurat, pelatihan
·        Assessment : penilaian kualitatif dan kuantitatif terhadap kebutuhan psikososial dan kesehatan mental
·        Upaya kolaboratif
·        Integrasi dalam primary health care
·        Akses pelayanan untuk semua
·        Pelatihan dan pengawasan (jika tidak terjaga akan menimbulkan masalah baru)
·        Perspektif jangka panjang
·        Indikator pantauan (monitoring indicator)

Fase intervensi (WHO) :
Fase emergency akut => periode dimana kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, keamanan, air dan sanitasi, serta akses ke puskesmas mulai menghilang, akibatnya mortality rate secara kasar meningkat
Fase rekonsolidasi => ketersediaan suplai kebutuhan dasar dibandingkan dengan sebelum emergency

Dalam menangani dampak bencana terhadap aspek kesehatan mental diperlukan dua intervensi utama, yaitu :
·        Intervensi Sosial
Tersedianya akses terhadap informasi yang bisa dipercaya dan terus menerus mengenai bencana dan upaya-upaya yang berkaitan, memelihara budaya dan acara-acara keagamaan seperti upacara pemakaman, tersedianya akses sekolah dan aktivitas rekreasi normal untuk anak-anak dan remaja, partisipasi dalam komunitas untuk orang dewasa dan remaja, keterlibatan jaringan sosial untuk orang yg terisolasi seperti anak yatim piatu, bersatunya kembali keluarga yang terpisah, shelter dan organisasi komunitas untuk yang tidak punya  tempat tinggal, keterlibatan komunitas dalam kegiatan keagamaan dan fasilitas masyarakat lainnya.
·        Intervensi Psikologis dan Psikiatrik
Terpenuhinya akses untuk pertolongan pertama psikologis pada pelayanan kesehatan dan di komunitas untuk orang-orang yang mengalami distress mental akut, tersedianya pelayanan untuk keluhan psikiatrik di sistem pelayanan kesehatan primer, penanganan yang berkelanjutan untuk individu dengan gangguan psikiatrik yang sudah ada sebelumnya, pemberhentian medikasi tiba-tiba harus dihindari, perlu dibuat perencanaan untuk intervensi psikologis berbasis komunitas pasca bencana.


Referensi:
Materi kuliah mengenai “Disaster & Public Mental Health” yang disampaikan oleh Bapak Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D

1 komentar:

Aneka Minuman Sunda mengatakan...

makasi shareny Mbak. kereen dan membantu sekali

Posting Komentar